Akhirnya.
Salah satu materi Dongeng (22) Pohon Aren terisikan juga oleh foto-foto PEU EUT. Satu proses penting dalam pembuatan gula aren atau gula merah. Hanya reminder saja, proses pembuatan gula merah dari pohon aren memakan proses yang sangat panjang. Dari mulai membelai tangan buah aren, menembang, memijit, menggoyang-goyangkan, memotong, menyadap, mengambil bambu berisi air tuak aren setiap pagi dan sore, memasaknya dari LAHANG beberapa jam menjadi WEDANG beberapa jam hingga menjadi PEU EUT beberapa saat dan menjadi gula merah yang dicetak dibambu seukuran gelas, kemudian didiamkan menjadi keras dan dibungkus menggunakan pelapah pisang kering. Dijual dengan harga 18 ribu per empat buah alias GANU kalau dalam bahasa SUNDA.
Setelah hampir 20 tahun tidak merasakan sensasi memakan PEU EUT, dan kebetulan sekali, ketika sampai di kaki Gunung Malang, salah satu generasi pertama pembuat gula merah, sedang melakukan proses pembuatan gula merah.
Saya mengajak sahabat seperjalanan saya untuk ikut mencicipi sensasi PEU EUT. Idealnya, kalau makan beginian, harus dibarengi dengan TEH PAHIT panas. Akan sedikit menetralisir rasa manis di otak yang berlebihan. Saya pun merasakan kembali sensasi manis yang bikin pusing kepala, namun rasanya enak. Kalau digambarkan, otak berasa ngilu. Saking manisnya. Biasanya, saya, dulu, bisa menghabiskan satu piring penuh, kemudian sensasi otak ngilu pun mulai merasuki dan enaknya rebahan sambil bengong.
Kini, satu piring tidak bisa habis. Sudah keburu berasa keleyangan dan begitu juga dengan sahabat seperjalanan saya. Dia tidak mampu menghabiskannya.
Dan ada satu pantangan, makan beginian tidak boleh dibawa keluar dari rumah si pembuatnya. Kalau dibawa keluar, biasanya, katanya, pohon aren akan berhenti menghasilkan tuak.
Percaya tidak percaya dan tidak pernah ada seorang pun yang berani melakukannya. Saya pun makan di tempat di mana seorang nenek membuat gula merah. Dia, si nenek itu, merupakan ibu dari sahabat dekat saya semasa kecil ketika melakukan sejuta keseruan di kaki Gunung Malang, tempat dulu di mana juga saya sering menikmati PEU EUT.
Gimana? Akan terbayangkah jika kalian melihat fotonya, sebuah sensasi super manis yang bikin otak ngilu?
Yuk!

Ini NENEK EMPAT namanya. Dia dari jaman muda hingga nenek nenek menjadi pembuat gula. Suaminya yang bertugas menyadap pohon aren. Dia biasa memasak pagi dan sore.
“sonofmountmalang”
Categories: dongeng tidur tala, foto cerita, sonofmountmalang, traveling
Aiihh gula aren. Sudah 10 tahun berkecimpung di sini, gak pernah minum pe’ut hehhe..Kalau untuk minum nira sih enak. Atau yang kental untuk kopi…Makan nasi? Maaf ya…
Kudu nyoba!
HAhahahah!
kayak wajik ya
Iya ya:p
Wajik kan keras.
Manisnya dua kali wajik sih
baru tahu ada makanan seseprti itu 😀
gag kebayang manisnya 😀
—
https://bukanrastaman.wordpress.com/2014/10/27/menyapa-jejak-situs-megalitikum-gunung-padang/
Cobain. Baru kebayang manisnya:p
siap…
semoga suatu saat bisa mencicipinya
Ini enak lho. 🙂
Saya dulu suka dibuatin oleh Nenek. Cuma sekarang sudah jarang yang buat Gula Aren. 😦
Di tempat nenek saya juga sudah mulai berkurang. Pohon aren banyak yang ditebang. Dijual buat dijadiin aci.
Wah makanan ini bisa bikin fly juga ya? Baru tahu loh . . .
Bukan fly kaya ganja, mas. Fly kemanisan:))